Terus terang untuk pendakian kali ini memang tidak terencana dengan baik. Maksud awalnya adalah memanfaatkan liburan lebaran yang sebenarnya sangat nanggung sekali. Awalnya ada beberapa pilihan gunung yang mau didaki. Merbabu Via Suwanting, jalur baru yang tengah ramai ini terpikirkan pertama kali. Kedua, lawu via Candi Cetho, namun karena jaraknya yang agak jauh maka tereliminasi. Dan yang terakhir adalah Merapi Via deles. Dan akhirnya Merapi Via Sapu Angin Deles ini.
Dari awal musyawarah yang hanya kami lakukan melalui pesan singkat hingga akhirnya memutuskan untuk mendaki Merapi Via Deles. Dan ketika itu baru ada dua orang saja. Kemudian beberapa orang kami hubungi untuk meramaikan perjalanan ini. Mas Sup yang kemudian langsung mengiyakan, dan kemudian satu orang tidak bisa dan satu lagi salah kirim nomer. Dan akhirnya hingga hari yang direncanakan hanya tiga orang termasuk saya sendiri peserta dalam pendakian kali ini.
Sabtu pagi pukul 09:30 kami segera meluncur menuju Sapuangin, sekitar satu setengah jam kami menuju sapuangin deles dengan melewati rute alternatif (Pakem, cangkringan, Klaten). jalan lumayan cepat namun penuh debu. Sepanjang perjalanan kami beradu dengan truk-truk pengangkut pasir, karena memang jalan yang dilewati merupakan jalan utama meunuju daerah pertambangan di kali Gendol. Singkat cerita, kami tiba di Basecamp Sapuangin jam 11:00 siang. Langsung kami disambut oleh pak Ranto (tuan rumahnya).
Bascamp Sapuangin Klaten |
Setelah Sholat zuhur kami segera bersiap untuk memulai perjalanan, namun sesuatu yang mencurigakan terjadi. Mas F berkata pada saya kalau frame tenda tidak dibawa, saya sam asekali tidak terkejut dengan orang yang pelupa satu ini. Disamping itu kalau hanya frame tidak jadi masalah karena nanti bisa kita ikat dipohon atau batu. Namun melihat carrier yang dibawa kok terasa ringan saya jadi penasaran, dan benar saja ketika dicek tenda tidak ada di dalam. Ah… ah sangat menyebalkan sekali. Tidak ada gunanya juga marah, putar otak saja.
Cek perlengkapan lain, ponco ? ternyata hanya saya saja yang bawa ponco mereka berdua bawa raicoat semua. Nyari terpal adalah pilihan terakhir, kamipun bertanya sama pak ranto. Sejenak kemudian pak ranto mengeluarkan terpalnya,,… jreng… ini terpal cukup buat orang satu RT, tapi masalahnya kita hanya bertiga boros tenaga saja bawa ini terpal. Bawa terpal kami urungkan. Nanti nekat saja tidur pake SB pikirku.
Tak terasa jam di tangan sudah menampilkan angka 13:40, sesudah berkemas kita akan segera berangkat. Namun masih bingung mau cari sarapan di mana, dan dengan sangat kebetulan tuan rumah menawari kami makan, betapa beruntungnya hehe. Tidak ada gunanya untuk malu, nasi pecel dengan ayam goreng itu kami lahap juga. Mungkin pak ranto heran, ini beneran orang jogja apa bukan? Begitu mungkin tannyanya.,
Makan selesai, tidak jadi bawa terpal kami segera berangkat sekitar pukul 2:30 siang. Informasi yang kami terima dari pak ranto, untuk perjalanan normalnya selisih 4 sampai 5 jam jika dibandingkan dengan jalur selo. Agak menggetarkan juga, gunung yang tidak terlalu tinggi ini harus ditempuh segitu lamanya. Kalau dari selo sampai puncak sih butuh waktu 4 jam, berati kalau lewat sini sekitar 8 sampai 9 jam. Hampir sama waktu tempuh dengan gunung sumbing.
Awal perjalanan kita memasuki hutan lamtoro yang sepertinya baru saja diremajakan. Terpampang papan nama sebuah perusahaan garmen yang menjadi donatur dan melakukan penaman pohon ini. suasana hampir mirip dengan awal jalur pendakian merbabu via selo. 10 menit kemudian terlihat tanjakan, terlihat jelas punggungan yang harus kami lalui. Sangat berbeda sekali dengan jalur selo. Punggungan yang tipis dengan kanan-kiri jurang. Masih terlihat beberapa rumput gajah yang biasa diambil oleh warga untuk memberi makan ternak. Petunjuk jalan cukup jelas. Ada dua petunjuk, satu terbuat dari seng dan satu lagi dari kertas berbungkus plastik transparan. Dilihat dari warnanya belum lama dipasang, mungkin sekitar 1 bulan.
Hutan Lamtoro |
Beberapa menit berjalan kami mulai berfikir bahwa pendakian ini akan memakan waktu yang tidak sedikit. Jalan yang hampir tertutup semak membuat langkah harus hati-hati sembari menyibak rumput dan semak. Baru pada pukul 4:30 sore kami sampai di pos 1, dari sini puncak merapi sudah terlihat cukup jelas. Pos ini bisa untuk mendirikan tenda dengan kapasitas 2-3 orang sebanyak 6 tenda. Cukup luas dan pemandangan lumayan bagus. Namun kami tidak berlama-lama di pos ini.
Pos 1 Via Sapuangin |
Jalan berikutnya sedikit menurun sepanjang 20 meter, itu hanya sebagai selingan saja, karena didepan sudah menunggu tanjakan yang cukup tajam. Sekitar 1 jam kami menaiki bukit ini hingga kemudian tiba puncak bukitnya yang sedikit luas sekitar 17:30. Kami berhenti sejenak untuk menikmati terbenamnya matahari sekaligus menunggu waktu maghrib. Kami sedikit lama di tempat ini. oleh karena itu tak lupa bikin kopi, dan karena memang waktunya makan malam sekalian kami membuat mie sekedar untuk mengisi perut. Rencananya sih lauknya telur, tapi berhubung si mas pelupa meninggalkannya di sapu angin ya mau bagaimana lagi.
Ngopi sambil lihat Matahari Tengelam di balik Merapi |
Kami putuskan untuk sekalian menunggu waktu Isya’ tentu karena waktunya juga nanggung sekali. Lagian pos 2 juga tidak jauh. Oh ya sekedar informasi, di sini tidak cocok untuk mendirikan tenda. Tempat terlalu sempit (cukup 1 tenda) dan angin dapat leluasa meniup kita. Dan terlihat dari jauh pos 2 juga bukan tempat yang pas buat nge-camp. Di sana ada alat pemantau kegempaan yang pagarnya sudah cukup memenuhi lahan. Setelah sholat Isya’ kami melanjutkan perjalanan. Sekitar 45 menit kita sampai di pos 2 sekitar jam 8 malam. Tentu karena tidak membawa tenda kami harus mencari tempat yang pas untuk berbaring.
Kami terus berjalan meskipun gelap, tidak ada pilihan lain. pos 2 terlalu terbuka untuk istirahat jika tidak membawa tenda. Semak-semak yang menutupi jalan makin lebat saja kami rasa. Ditambah embun mulai membasahinya. Dan kami harus sangat berhati-hati agar tidak salah langkah, karena banyak sekali lubang-lubang yang tertutupi semak. Sangat berbahaya kalau sampai salah menginjaknya karena dikanan-kiri terdapat jurang yang dalam, cukup terkenal nama jurangnya “kaliworo”.
Sesekali istirahat, karena melalui jalan seperti ini memang melelahkan. Ini hanya 11-12 saja dari jalur selatan belakang rumah mbah maridjan. Hanya di sini masih terlihat seperti jalan lain kalau yang jalur selatan sudah tak tampak lagi mana jalan mana semak. Dan kita kembali berjuang di tanjakan yang cukup membuat nafas berbunyi. Lumayan cukup tinggi dari yang pertama tadi dengan semak-semak yang cukup mengganggu.
Jam setengah sepuluh malam perjalanan sedikit kami perlambat untuk mencari tempat yang pas untuk beristirahat. Tepat di sebuah tempat sebelum tanjakan yang sangat curam, kami mengamati lokasi. Ada beberapa spot yang bisa muat kami bertiga. Namun faktor terpaan angin menjadi prioritas kami. Dan setelah mendapatkan yang kami maksud maka kamipun segera menyiapkan tempat.
Awalnya mungkin karena capek jadi kita tidur nyenyak-nyenyak saja. Namun ketika jam 2 pagi dimana mencapai titik paling dinginnya brrr… akhirnya terbangun juga. Sleeping Bag yang semula hanya dipakai bantal akhirnya harus dipakai.
Dan pagi harinya sunrise dari tempat ini tidak terlalu mengecewakan, dan mengingat waktu yang tidak terlalu panjang akhirnya kami putuskan hanya sampai di tempat ini (1 jam sebelum Pos 3). Kalau mau ke puncak dari tempat saya camp masih harus melalui watu-lawang, gajah mungkur, baru kemudian Pasar Bubrah. Semoga perjalanan kami bisa memberi gambaran tentang keadaan Jalur Pendakian Merapi Via Deles Klaten. jangan lupa cek peralatan sebelum berangkat dari rumah.
Sedikit tambahan :
Dari Informasi yang kami dapat sebelum pendakian. Dari Pos 3 ini kami harus mendaki bukit sesudahnya dan kemudian bertemu dengan Watu Lawang. Kemudian tak lama berjalan akan sampai di batas vegetasi dan sampai di Pasar Bubrah Setelah sebelumnya melewati Pusonglondon.